Jusuf Kalla lahir di Watampone, Sulawesi Selatan pada 15 Mei 1942 . Dia mendapat kesempatan menjabat menteri sebelum akhirnya tokoh yang berpenampilan bersahaja ini maju sebagai seorang kandidat calon wakil presiden 2004. Peluang Kalla cukup terbuka menjadi calon presiden, terutama setelah Ketua Umum DPP Partai Golkar Akbar Tandjung mengatakan calon presiden dari Partai Golkar tidak harus ketua umumnya. Namun terbuka bagi semua kader Partai Golkar untuk diseleksi menjadi calon presiden. Segera gayung bersambut. Beberapa nama kemudian muncul ke permukaan. Salah satu nama yang paling mencuat saat itu adalah Muhammad Jusuf Kalla, kader Golkar yang tengah menjabat Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Kabinet Gotong-royong.
Bebepara pengamat dan kader Golkar pun menilai, pengusaha sukses dan berpenampilan simpatik, ini sangat berpeluang memenangkan persaingan calon presiden dari Partai Golkar. Meskipun, pria yang juga anggota Dewan Penasehat ISEI Pusat ini menolak sempat menolak membicarakan persolan tersebut. Sebelum didaulat sebagai menteri pada pemerintahan Megawati, dia dipercaya memimpin Departemen Prindustrian dan Perdagangan. Kendati hanya enam bulan pada masa pemerintahan Gus Dur. Kalla bersama Meneg BUMN Laksamana Sukardi dipecat dengan alasan yang tidak jelas. Awalnya alasan pemecatannya disebut karena keduanya tidak bisa bekerjasama dengan tim ekonomi lainnya. Kemudian dalam rapat tertutup dengan DPR, Gus Dur menyebut alasan pemberhentiannya karena KKN. Namun semua tuduhan itu dibantah Jusuf Kalla dan Laksamana Sukardi. Dan Gus Dur sendiri tak bisa membuktikannya. Pemecatan kader Golkar dan kader PDIP ini diyakini banyak pihak sebagai kesalahan politik terbesar Gus Dur, yang secara langsung berpengaruh pada proses politik yang bermuara pada tergulingnya Gus Dur dari singgasana Presiden. Selain kiprhnya di bilang politik, dia juga sukses meletakkan kerangka perdamaian di daerah konflik Poso dan Ambon. Melalui pertemuan Malino I, dia berhasil meredakan konflik di Poso. Kalla pun kemudian memprakarsai pertemuan Malino II. Dalam pertemuan ini, dia bisa mengajak kelompok Islam dan Kristen yang bertikai di Ambon untuk menghentikan pertikaian. Kalla Sebagai Penakluk Krisis Muhammad Jusuf Kalla memang dilahirkan untuk bergelut dengan dunia krisis, Hal ini dibuktikan dengan tangan dinginnya yang mampu menyingkirkan berbagai kesulitan dan menyelamatkan bisnis keluarganya. Dan kepiawaiannya itu berulang pada usia bekepala enam, tangannya masih bertuah mengantarkan perdamaian di Poso dan Ambon. Dengan merendah, ia mengatakan upayanya dalam perjanjian Malino adalah sebagian dari tugasnya sebagai seorang menteri, pembantu presiden, dan untuk mengatasi masalah konflik dan kesejahteraan rakyat. Dia melihat konflik dan perselisihan akan menyebabkan kemiskinan, baik dalam bentuk materi ataupun non materi. Sehingga, kepada mereka yang bertikai, harus diberikan kesadaran untuk menghentikan konflik dengan cara damai bukan melalui perang. Kendati ia yakin bahwa konflik di Maluku bukanlah konflik agama, tapi awalnya dipicu oleh persoalan ekonomi. Bahwa akhirnya tampak sentimen agamanya yang dominan, menurutnya, itu karena orang tidak menelisiknya dari awal. Dalam menangani konflik Poso dan Ambon, kalla termasuk berani mempersalahkan kedua belah pihak. Ia tidak hanya memuji dan membujuk mereka yang bertikai. Bahkan, “saya marah kepada keduabelah pihak itu,” katanya tulus. Mengenai keyakinannya bahwa konflik Ambon bukan dipicu oleh urusan agama melainkan urusan ekonomi, ia mengatakan, sebanyak 75 persen konflik di dunia ini gara-gara masalah ketidakadilan dan kemiskinan. Itulah sebabnya sebagian besar konflik terjadi di negara-negara yang tingkat pendapatan per kapitanya rendah, seperti Malaysia, Filipina, India, atau Sri Lanka. Mengenai bidang tugasnya sebagai Menko Kesra. Sesaat setelah dilantik 19 Juli 2001, Kalla mengatakan tujuan kita berbangsa dan bernegara ialah kesejahteraan rakyat (kesra). Akan tetapi, katanya, janganlah selalu memaknakan kesra itu dalam konteks bencana: gempa bumi, longsor, banjir dan gelombang pengungsian. Kesra yang dia maksudkan, jauh lebih luas dari itu, yakni membangun cita-cita berbangsa yang bermuara kepada kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Dia juga menekankan masalah kebersihan aparat, di lingkungan kerja Menteri Koordinator Kesra. “Aparat yang korup, mengomersialkan jabatan, KKN, atau melakukan tindak kejahatan lainnya, tidak akan saya tolerir. Saya pun akan mengajak aparat menciptakan suasana kondusif, misalnya dengan meningkatkan solidaritas pada golongan ekonomi lemah. Solidaritas itu, misalnya, bisa berupa mengurangi kebutuhan sekunder dan tersier,” janji menteri yang berlatarbelakang pengusaha sukses ini.